Penyebab Papiloma Di Mulut

Penyebab Papiloma Di Mulut

Berasal dari Bali, kue laklak mirip serabi, tapi lebih kecil. Kue ini terbuat dari tepung beras dan rebusan daun suji ini

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Bolu peca asal Makassar. Saat disajikan dengan lelehan gula merah, tekstur bolu bakal makin lembut dan lumer di mulut

Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis

Mata, telinga, dan mulut merupakan di antara organ vital bagi manusia. Ketiganya memainkan peran penting bagi manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di muka bumi, baik vertikal maupun horizontal. Melalui mata, manusia bisa melihat indahnya alam semesta. Melalui telinga, manusia bisa mendengar merdunya suara burung berkicau. Melalui mulut, manusia bisa berbicara dan menyampaikan pesan lisan antar sesama. Bila ketiganya digunakan secara baik, maka akan menghasilkan kebajikan. Namun, bila ketiga atau salah satu organ tersebut digunakan untuk jalan yang salah, maka akan bahaya dan melahirkan malapetaka. Untuk itu, Allah mengingatkan melalui firman-Nya : “Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu kepadamu” (QS. Fushshilat : 22).

Meski hal ini disadari secara nyata oleh manusia, namun acapkali ketiga organ ini tidak mampu dijaga dan digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini diingatkan Allah melalui firman-Nya : “Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat” (QS. al-Baqarah : 7).

Dalam tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa Allah mengunci mati (menutup rapat) hati mereka sehingga tidak dapat dimasuki oleh kebaikan. Begitu pula pendengaran mereka dikunci sehingga tidak memperoleh manfaat dari kebenaran yang mereka terima. Sedangkan penglihatan mereka ditutup sehingga tidak dapat melihat kebenaran. Sungguh, bagi mereka siksa yang pedih lagi tetap (kekal). Hanya mulutnya yang terbuka lebar tanpa “hati, mata, dan telinga”. Akibatnya, mulut (berikut variannya) bebas tanpa saringan.

Pada dimensi i’tibar, ketiga organ tersebut (mata, telinga, dan mulut), menunjuk pada status manusia, yaitu :

Pertama, Mata ; organ yang seyogyanya dimiliki oleh ilmuan (ulama) yang senantiasa menggunakan matanya (zahir dan batin) untuk melihat keagungan Allah. Semua ciptaan-Nya dilihat secara bijak sebagai pengajaran dan ilmu bagi membangun peradaban. Hal ini dinukilkan Allah melalui firman-Nya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesar-an Allah) bagi orang yang berakal” (QS. Ali Imran : 190).

Atas ayat di atas, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, dalam kitab al-Hikam, menjelaskan bahwa : “Seluruh alam semesta adalah kegelapan dan yang menyinari di dalamnya adalah keberadaan Allah SWT. Barang siapa yang melihat alam kemudian tidak melihat-Nya di dalam atau di sisi dunia atau sebelum dan sesudahnya, maka berarti ia telah disilaukan oleh sinar dan terhijab dari matahari ma’rifat karena awan-awan alam.”  Demikian dalam makna yang disampaikan Syekh as-Sakandari. Bila kaum intelektual menggunakan mata untuk melihat kebesaran Allah, maka kebenaran akan diperoleh. Namun, bila mata tak lagi digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, maka alam semesta akan tertutup awan hitam kelam kejahilan dan kesesatan.

Bagi ilmuan yang melihat keagungan Allah (QS. al-Ghasiyah : 17-20), matanya akan membuat hati bersimpuh untuk mengagungkan kebesaran Allah dan fikirannya akan menemukan kebenaran hakiki untuk membangun peradaban yang rahmatan lil ‘aalamiin. Hal ini dinukilkan Allah melalui firman-Nya : “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. al-An’am : 103).

Beruntung bila ilmuan mampu memperbanyak menggunakan matanya untuk melihat keagungan Allah dan menemukan kebenaran. Alangkah merugi bila “mengaku ilmuan (ulama)” dengan deretan titel (raihan atau pemberian) atau sebutan lainnya, namun tak mampu menggunakan matanya untuk mencari, menemukan, dan menyebarkan kebenaran. Melalui mata, hidup merupakan rangkaian upaya mengenal Allah dan Rasul-Nya, sedangkan mati merupakan jalan bertemu Allah dan Rasul-Nya. Demikian mata yang mampu melihat kebesar-an Allah dan beradab pada Rasulullah.

Kedua, Telinga ; organ yang seyogyanya dimiliki pada sosok pemimpin yang senantiasa memanfaatkan telinganya untuk mendengar keluh kesah, derita, ketidakadilan, harapan, informasi, atau nasehat orang lain. Kedua telinganya harus digunakan untuk mendengar tangisan dan tawa, pro dan kontra, si miskin dan si kaya, atau varian sejenis secara berimbang sebagaimana seimbangnya posisi kedua telinganya (kanan dan kiri). Semua yang didengar diolah oleh akal dan mendengar pertimbangan pemilik “mata” (ilmuan) yang amanah. Demikian Allah posisikan telinga yang berada di antara akal dan mata. Posisi dan fungsinya bukan sekedar asesoris, tapi memiliki tujuan mulia.

Bila kedua telinga yang berada posisi seimbang tidak mampu dipahami, maka apa yang didengar bernilai subyektif. Hanya mendengarkan informasi sepihak yang menguntungkan diri, berita kehebatan dan kelebihan diri, atau lainnya. Akibatnya, tumbuh subur para “penjilat” yang akan memberi informasi sepihak dan menyenangkan. Padahal, realitanya justeru sebaliknya. Apatahlagi bila informasi dan berita yang didengar tak dipertimbangkan oleh “mata” (ilmu dan ilmuan), serta diolah akal sehat untuk memperoleh kebenaran, maka telinga akan digunakan iblis untuk menginformasikan sesuatu yang berakibat malapetaka pada diri dan sesama. Padahal, Allah telah mengingatkan “telinga” melalui firman-Nya : “Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata” (QS. an-Nur : 12).

Demikian makna telinga bagi manusia. Meski jelas apa yang difirmankan-Nya, namun manusia acapkali mengingkari kebenaran ayat-ayat Allah. Hal ini dinyatakan Allah melalui firman-Nya :“Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya, maka gembirakanlah dia dengan azab yang pedih” (QS. Luqman : 7).

Bagi pemilik “telinga” yang penuh asma Allah, semua suara nasehat merupakan kalam Allah. Semua didengar dengan bijaksana. Telinganya bagai telinga nabi Sulaiman yang peka terhadap semua persoalan rakyatnya. Jangankan suara manusia,  suara dan rintihan semut pun didengarnya. Beda dengan “telinga” yang penuh kotoran. Ia hanya mendengar kata “sekitar lingkar pinggangnya” dan tak mau mendengar kata mereka yang di luar lingkaran, apatahlagi kata “seberang laut” kepentingan. Telinga yang demikian bukan telinga seorang pemimpin, tapi telinga yang tersumbat oleh kotoran dan keinginan untuk memangsa sesama.

Ketiga, Mulut ; gunakan mulut secara bijak untuk menyampai-kan kebenaran. Namun, pepatah mengingatkan “lidah tak bertulang”. Bila tidak hati-hati, mulut hanya akan digunakan untuk menyebar kebencian. Di era digital, mulut diambil alih oleh tulisan (jurnalistik, IG, WA, dan sejenis) yang disebarluas-kan melalui media sosial. Segelintirnya, tampilan digunakan untuk menunjukkan kesombongan, kemunafikan, atau kritik pedas tanpa solusi. Semua yang diteriakkan hanya berupa kesalahan sesama. Padahal, dirinya justeru merupakan pelaku kesalahan serupa. Mulut yang demikian biasanya hanya digunakan provokator dan kaum pemilik peradaban rendah. Dengan kepiawaian bersilat lidah, mulut mampu memecah keheningan, kedamaian, dan meruntuhkan bangunan peradaban. Padahal, ia justeru tak mampu membangun peradaban sedikit jua. Teriakan-teriakan yang dilakukan hanya untuk sekedar mencari perhatian bahwa dirinya ada dan kepentingan yang mengitarinya. Sebab, selama ini mereka “tak pernah ada dan sanggup membuat sesuatu menjadi ada” atau akibat tak mampu memperoleh apa yang diinginkan. Adanya hanya sebatas benalu atau duri yang menusuk peradaban. Anehnya, kelompok ini acapkali dipercaya, dipelihara, dan memperoleh perhatian khusus. Padahal, secara jelas Rasulullah SAW mengingatkan melalui sabdanya : “Seorang muslim adalah yang keselamatan kaum muslimin terjaga dari lisan dan perbuatannya” (HR. Bukhari).

Banyak berbicara selain untuk hal yang terkait dengan zikir kepada Allah, akan membuka peluang terjerumusnya manusia ke dalam urusan yang tidak berfaedah. Di antara bahan pembicaraan yang mendorong seseorang banyak bicara adalah pembicaraan yang tidak penting, berpeluang menjadi kebiasaan menyebar fitnah dan buruk sangka.

Sungguh benar bila dikatakan “semua terjadi sesuai frekuensinya”. Semua hadir pada komunitas selevel atau sejejaringan. Manusia yang percaya pada pemilik peradaban rendah tentu “memiliki frekuensi yang sama” dengan manusia “penyiarnya” atau mitra sekitarnya yang selevel. Tak mungkin pemilik kebijakan (kebenaran) mau menerima informasi dari mulut pelaku kesalahan. Tapi, hanya pelaku kesalahan yang mendengarkan penyebar kesalahan. Padahal, Allah telah mengingatkan melalui firman-Nya : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan” (QS. al-An’am : 116).

Logika sederhana, siaran radio yang hanya “gemerisik” akan diterima oleh manusia tuli sebagai sebuah dendangan lagu merdu dan enak didengar. Ia akan menari-nari gembira, seakan lagu berirama merdu. Ketulian telinganya membuat gemerisik suara justeru bagai  keindahan lagu. Padahal, bagi pemilik telinga normal, apa yang didengar hanya gemerisik suara siaran radio rusak yang memekakkan telinga.

Demikian pilihan peradaban jahiliyah yang diambil manusia modern. Semua berselindung melalui legalitas “hak asasi, keterbukaan informasi, dan kebebasan berpendapat atau berekspresi”. Bila yang disampaikan berupa kebenaran, maka berarti akan bernilai dakwah dan kebajikan. Namun, bila yang disampaikan berupa sesuatu yang salah, maka berarti bernilai fitnah, kebohongan, dan berbuah petaka. Anehnya, sisi kebenaran tak lagi menjadi perhatian dan tak pernah disampaikan secara berimbang. Justeru sisi berita yang salah, berisi fitnah lebih diminati dan dilindungi dengan dalih “kebebasan berekspresi”. Padahal, Rasulullah SAW telah mengingatkan umat melalui sabdanya : “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat” (HR. Muslim).

Bahkan, pada hadis yang lain, Rasulullah bersabda : “Maukah kalian aku beri tahu apa dosa besar yang paling besar ?”. Beliau mengulang tiga kali. Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah bersabda, “Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. “Saat itu beliau bersandar lalu duduk dan melanjutkan, “Juga, kesaksian palsu, kesaksian palsu, kesaksian palsu.” Begitu Rasulullah mengulang-ulang sampai kami mengatakan, andai beliau menghentikannya (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitu jelas apa yang disabdakan Rasulullah SAW, namun segelintir manusia tak menghiraukan dan tak menjadikannya sebagai pedoman. Firman Allah seakan sebatas bacaan dan sabda Rasulullah seakan dinafikan. Semua cukup bila ayat-ayat-Nya sekedar dibaca dan sabda Rasulullah dipoles melalui ungkapan lisan (gegap gempita) tanpa makna dan berbekas pada prilaku. Sementara mulut tetap lepas tanpa kontrol menyebar fitnah dan kata-kata keji tanpa peradaban. Allah SWT berfirman : “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka ; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya” (QS. al-Kahfi : 57).

Bila dilihat dari aspek kotoran mata, telinga, dan mulut, maka bau yang menyengat di antara ketiganya muncul justeru dari mulut. Meski bisa dijelaskan penyebabnya melalui pendekatan medis, namun pendekatan agama menjelaskan karena bahaya yang ditimbulkan oleh mulut dan variannya di era modern (media sosial). Padahal, Allah mengingatkan manusia melalui firman-Nya : “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf : 18).

Semua tercatat dalam pengawasan malaikat. Tak ada yang bisa mengelak. Namun, banyak pula yang seakan tak peduli, hanya dorongan pundi-pundi, “titipan”, atau sakit hati karena keinginan yang tak dapat diraih. Mulut manis dengan senyuman, namun berisi kotoran yang dikeluarkan. Demikian Allah SWT dan Rasulullah menjelaskan pada manusia secara terang. Bila mata, telinga, dan mulut bersama menuju cinta Allah (taqwa), maka keselamatan seluruh alam semesta akan diraih. Namun, bila ketiga organ tersebut digunakan pada jalan kesalahan (fujur), maka akan terjadi kehancuran. Padahal, mata dan telinga diberi berpasangan agar obyektif dan bijak dalam bekerja. Sementara mulut hanya tunggal, namun bahayanya mampu menghancurkan peradaban.

Meski demikian jelas ayat al-Quran dihadirkan dan alam semesta dihamparkan, namun seakan tak menjadikan manusia bergeming. Mungkin manusia tak lagi takut pada ancaman Allah, atau manusia telah mencari tuhan lain atau telah mentuhankan dirinya sendiri. Menganggap diri paling benar, paling hebat, paling pintar, paling shaleh, paling pantas, paling berjasa, atau varian sejenisnya. Meski ayat dan hadis demikian nyata, namun seakan semua tak ada artinya. Demikian jelas apa yang firman Allah dan sabda Rasulullah, namun kenyataannya telah didustakan. Mungkin mereka kaum yang dimaksud Allah dalam QS. al-Baqarah : 8. Lalu, bagaimana kualitas mata, telinga, dan mulut yang kita miliki. Hanya hati setiap diri yang bisa menjawab dan Allah SWT Yang Maha Tahu semua misteri yang tersembunyi.

Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.

Terbit di Kolom Betuah harian Riau Pos Online tgl. 15 Mei 2023

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Syekh Nawawi al-Bantani lahir di Tanara Banten tahun 1813. Beliau adalah ulama karismatik dan mahaguru ulama Jawa pada abad 19.

Disamping muridnya yang banyak, karya-karyanya juga banyak. Syekh Nawawi bernama Abdullah al-Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi. Sejak kecil mempelajari ilmu agama dengan tekun.

Kemudian melanjutkan nyantri kepada Kiai Yusuf seorang ulama besar di Purwakarta. Menginjak usia 15 tahun bersama dua orang saudaranya pergi ke Tanah Suci untuk berhaji. Namun kemudian Nawawi muda tidak pulang tetapi menuntut ilmu.

Syekh Nawawi kemudian berguru kepada Imam Masjid al-Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Syekh Ahmad Dimyati. Selain itu tercatat nama Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani sebagai gurunya.

Tekun dan cerdas menjadikan Nawawi murid yang terpandang di Masjid al-Haram. Tak salah kalau Ahmad Khatib Sambas uzur menunjuk Nawawi sebagai menggantikannya menjadi Imam Masjid al-Haram dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi.

Syekh Nawawi juga dikenal seorang pendidik yang ulung. Banyak muridnya menjadi ulama mumpuni seperti KH Kholil Bangkalan, KH Asnawi Kudus, KH Tubagus Bakri, KH Arsyad Thawil dari Banten, dan KH Hasyim Asy’ari dari Jombang. Muridnya tidak hanya dari Indonesia melainkan dari berbagai belahan dunia.

Kecemerlangan syekn Nawawi bertambah ketika beliau dikenal sebagai penulis yang produktif. Dalam buku Dictionary of Arabic Printed Books disebutkan ada 34 karya. Sedangkan beberapa orang menyebutnya karyanya lebih 100 judul buku. Diantara karyanya yang terkenal adalah Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah, dan al-Aqdhu Tsamin.

Syekh Nawawi al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syeib A’li, pada 25 Syawal 1314 H/1879 M.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Fimela.com, Jakarta Ada banyak camilan tradisional yang menggugah selera dan membangkitkan nuansa nostalgia, salah satunya adalah cenil. Cenil yang sering dibuat di Jawa berbentuk panjang dengan berbagai warna dan disajikan dengan taburan parutan kelapa dan gula merah. Cenil juga memiliki tekstur kenyal yang membuat banyak orang ketagihan. Ini dia cara membuatnya.

Cenil siap dihidangkan dengan taburan parutan kelapa dan gula merah.

Akhir pekan sudah tiba, saatnya Anda mempersiapkan menu sehat apa saja yang akan disajikan saat kencan romantis dengan si dia di rumah. Agar menu yang Anda sajikan terjamin kesehatannya, resep Vietnamese spring roll dari Kokiku Tv berikut ini bisa ja...

Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.

Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.

MOMSMONEY.ID - Pagi-pagi memang cocok santap sarapan yang punya gizi tinggi dan rasa yang mewah. Salah satunya Ikan Tongkol Sambal Dabu-Dabu Bumbu Lemon yang satu ini.

Jadi, ikan yang digunakan adalah ikan tongkol yang memiliki protein tinggi. Ikan ini akan dimasak dengan cara dibakar, agar lebih sehat.

Baca Juga: Perlu Tahu, Ini 3 Jenis Daging yang Baik Dikonsumsi Penderita Diabetes Tipe 2

Hidangan ini dapat dikatakan unik karena mencampurkan sambal dabu-dabu dengan bumbu lemon ke badan ikan tongkol. Sambal dabu-dabu itu sendiri merupakan sambal pedas dari Manado, Sulawesi Utara.

Menurut Wikipedia, sambal dabu-dabu memang biasa dijadikan sebagai bahan penyedap dalam berbagai hidangan boga bahari.

Sambal dabu-dabu tadi dicampurkan dengan perasan air lemon atau jeruk nipis ke dalam badan ikan, agar ikan tongkol menjadi lebih lezat dan menyegarkan. Selain itu, guna air lemon tersebut agar bau amis pada ikan tongkol tidak terasa.

Baca Juga: Berusia di Atas 25 Tahun? Ini 6 Tanda Tubuh Kekurangan Produksi Kolagen

Untuk satu kali masak, Ikan Tongkol Sambal Dabu-Dabu Bumbu Lemon ini cukup untuk 4 porsi piring.

Resep ini MomsMoney rangkum dari Primarasa. Bagi yang sudah penasaran bagaimana resepnya, langsung saja yuk simak cara membuat Ikan Tongkol Sambal Dabu-Dabu Bumbu Lemon berikut ini!

Baca Juga: Resep Ikan Bakar Colo-Colo ala Ambon yang Sedap Manis dan Pedas

Baca Juga: Mau Masak Daging? Ini 5 Jenis Potongan Terenak Dalam Daging Sapi

Baca Juga: Resep Pisang Gapit Khas Kalimantan yang Manis dan Legit

Bahan Sambal Dabu-dabu

Baca Juga: Segarnya Ikan Dori Kuah Tom Yum Ala Thailand, Intip Resepnya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

1.    Pengaduan saran dan masukan dapat disampaikan secara tertulis melalui kotak saran ke UPTD Puskesmas Mampang Jl.Nam Nam Raya RT 005/007 Kelurahan Mampang, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok.

2.    Menyampaikan pengaduan, saran dan masukan langsung via media sosial :

a.    Website: https://pkmmampang.depok.go.id/

b.    Instagram : @puskesmas_mampang

c.    Whatsapp : 0812-8108-1595 / (021)-77814212

d.    Email : [email protected]

3.    Hotline Puskesmas : 0812-8108-1595

4.    SIGAP : https://sigap.depok.go.id

5. SP4N LAPOR : www.lapor.go.id

Gula merah menjadi salah satu bahan yang sering digunakan saat memasak. Gak melulu makanan utama, gula merah juga sering dipakai dalam jajanan tradisional, lho. Hasilnya, tekstur legit pun sangat terasa dalam sekali gigitan.

Berikut beberapa jajanan tradisional yang disajikan dengan lelehan gula merah. Manis dan gurihnya pas banget, mana yang paling kamu suka?

Meleleh dalam sekali gigit, misro terbuat dari singkong yang diparut, lalu diisi dengan gula merah. Biasanya, dijual bersama combro

Baca Juga: 10 Jajanan Korea Selatan yang Populer di Kalangan Turis, Semuanya Enak

Gemblong terbuat dari tepung ketan dan mentega, lalu digoreng dan dicelupkan ke dalam saus gula merah

Terbuat dari beras ketan, lupis dimasak dan dibungkus daun pisang berbentuk segitiga. Rasanya nikmat dengan siraman gula merah

Sangat terkenal di Sunda, awug berbentuk kerucut mirip tumpeng. Kue unik ini terbuat dari tepung beras, tepung ketan, dan saus gula merah

Itulah beberapa jajanan tradisional khas Indonesia yang disajikan dengan lelehan gula merah. Rasa manisnya makin terasa, bikin mulut gak berhenti mengunyah. Jajanan mana yang paling kamu sukai?

Baca Juga: 10 Jajanan Tradisional Enak Berbahan Dasar Pisang Khas Indonesia

(Klik pada gambar untuk lihat)

PENYAKIT TANGAN, KAKI DAN MULUT (HFMD)   1. Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut (Hand Foot Mouth Disease, HFMD) yang lazimnya berlaku di kalangan kanak-kanak berusia kurang daripada 10 tahun. Ianya disebabkan oleh virus daripada kumpulan enterovirus yang tergolong di dalam keluarga picornavirus. Sebanyak 67 serotypes manusia yang terdiri daripada 3 serotypes poliovirus, 23 serotypes Coxsackie A, 6 serotypes Coxsackie B, 31 serotypes Echovirus dan enterovirus 68 hingga 71. Daripada kumpulan enterovirus tersebut, majoriti jangkitan adalah disebabkan oleh Coxsackie Virus A16 dan Enterovirus 71 (EV 71).   2. Kebiasaannya gejala HFMD adalah ringan (mild) dengan simptom demam diikuti ruam melepuh (blister) pada tangan, kaki, mulut dan lidah. Kanak-kanak juga boleh mengalami gejala jangkitan saluran pernafasan, muntah, cirit birit dan kurang selera makan. Kes HFMD yang disebabkan oleh jangkitan virus EV71 boleh meningkatkan risiko untuk mendapat komplikasi seperti encephalitis dan myocarditis.   3. Virus penyebab HFMD boleh terdapat di dalam kerongkong dan najis dan merebak melalui melalui sentuhan terus dengan air liur dan najis mereka yang berpenyakit. Penyakit ini cepat menular di kalangan kanak-kanak. Ia menjangkiti semua golongan umur tetapi majoriti kanakkanak berumur bawah 6 tahun adalah lebih berisiko. Tempoh inkubasi adalah antara 3-5 hari dan masa yang paling berisiko untuk menjangkiti orang lain adalah ketika sebelum dan selepas gejala timbul. Kanakkanak yang dijangkiti penyakit HFMD boleh menjadi punca jangkitan sehinggalah ruamnya kering. Majoriti kes mengalami gejala ringan dan sembuh dalam masa 5-7 hari.4. Langkah-langkah pencegahan dan kawalan yang telah diambil oleh Jabatan Kesihatan Negeri adalah seperti berikut:  i. Membuat siasatan ke atas setiap kes dan kluster yang dilaporkan supaya tindakan kawalan dan pencegahan dapat dilakukan.  ii. Memastikan semua Tadika, Taska dan Pra-Sekolah yang terlibat di dalam kluster HFMD ditutup selama 10 hari untuk tujuan memutuskan rantai jangkitan serta untuk tujuan pembersihan dan basmi kuman.  iii. Mengedarkan ’Garispanduan pengendalian kanak-kanak di Taska dan Pra-Sekolah’ kepada semua Pusat Penjagaan dan Pra-Sekolah.   iv. Meningkatkan pemantauan penyakit HFMD di seluruh daerah dengan memastikan pegawai perubatan yang merawat kes di peringkat hospital dan klinik kesihatan untuk melaporkannya.  v. Meningkatkan kerjasama dengan premis perubatan swasta untuk melaporkan kes.  vi. Mengedarkan nasihat kepada tadika. Taska atau pra sekolah yang terlibat. Nasihat tersebut seperti yang dilampirkan.

Bertabur kelapa parut, klepon berisikan gula merah yang akan meleleh di dalam mulut. Tekstur kenyalnya bakal menggoyang lidahmu

Kue rangi terbuat dari tepung sagu yang dipanggang, lalu disajikan dengan siraman campuran gula merah dan nangka

Kue putu cukup unik, karena dimasak dalam potongan bambu. Kue hijau berbentuk tabung ini berisi gula merah dan taburan kelapa di luarnya

Anda mungkin ingin melihat